Contoh Proposal Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Era reformasi negara Indonesia membawa begitu banyak perubahan pada system pemerintahan saat ini. Masyarakat yang semakin kritis terhadap proses pemerintahan yang berlangsung menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintahah untuk memberikan hal yang terbaik bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah selama ini selalu berusaha dalam mewujudkan suatu kebijakan yang komperehensif dalam menyelesaikan masalah masyarakat, namun pada tahap implementasinya masih belum maksimal sehingga masyarakat yang pada akhirnya di rugikan. Pada hakekatnya pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk UU Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, kebijakan ini bertujuan memaksimalkan pelayanan pemerintah sehingga menciptakan iklim pelayanan prima pada setiap instansi pemerintah.
Implementasi UU Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sampai saat ini belum dilakukan dengan maksimal oleh pemerintah, seperti pada Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum efektif dan efesien, sehingga masyarakat yang ingin mendapat pelayanan pada instansi tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masyarakat harus membayar lebih dari harga yang telah di tetapkan untuk mendapat pelayanan yang baik serta proses pelayanannya begitu lama dari waktu yang telah ditetapkan.
Bedasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan terhadap implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe belum berjalan dengan maksimal seperti keterangan pada media Serambi Pase 07 Oktober 2010 : “Koordinator MaTA, Alfian, mewakili kalangan aktivis mengatakan pihaknya selama ini telah menerima beberapa keluhan warga terkait pembuatan paspor, terutama menyangkut harga resmi paspor baik yang buat baru atau mengganti paspor yang hilang.
Sebagai contoh, sebutnya, apa yang dialami Supriadi, yang dua pekan lalu hendak mengurus paspornya yang hilang. Meski berkasnya telah masuk ke Imigrasi, lanjut Alfian, namun Supriadi belum membayar karena biaya paspor dibandrol Rp 1,4 juta. Karena tidak ada cukup uang, hingga kini dia (Supriadi-red) belum juga mendapat paspor pengganti, jelas Afian. Karenanya, ia berharap pihak Imigrasi menjelaskan harga resmi pembuatan paspor. Sehingga masyarakat tak merasa dipungli oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab saat membuat paspor. Kepala Imigrasi Lhoksueawe, Achmad Fauzi, mengakui sejak dirinya bertugas di kantor itu Lhokseumawe empat bulan lalu telah mulai membenahi berbagai sistem. Menurutnya, untuk paspor baru harga resminya Rp 270 ribu dengan waktu pengurusan paling lambat empat hari kerja. Sedangkan biaya pembuatan paspor pengganti karena hilang Rp 470 ribu dan waktunya tak bisa dipastikan karena berkas pemohonannya harus mendapat persetujuan dari Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh di Banda Aceh terlebih dulu.”[1]
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang permasalahan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
- Faktor-faktor apa yang menghambat Implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
1.3. Fokus Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka yang menjadi fokus kajian penelitian ini sebagai berikut :
1. Implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
2. Faktor penghambat implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
- Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
- Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
- Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Imigrasi lhokseumawe dalam memaksimalkan proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a) Menjadi salah satu panduan dalam memaksimalkan proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public.
b) Menjadi salah satu kontribusi akademis dalam mengembangkan konsep dan teori pelayanan publik.
c) Diharapakan penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan penelitian yang akan datang.
2. Manfaat praktis
1) Bagi masyarakat
Penelitian ini memberikan dorongan moral dan membangkitkan kesadaran akan hak dan kewajiban dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana proses pelayanan yang seharusnya di peroleh dan mengajak untuk berpikir kritis terhadap ketimpangan yang ada di lingkungan sekitar.
2) Bagi Instansi terkait
Penelitian memberikan pemahaman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public.
3) Bagi pemerintah
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada pemerintah untuk dapat bersikap lebih aktif dalam mengawasi proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe serta menjadi bahan pertimbangan rekomendasi kepada pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap.
Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect” (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Miller& Seller (1985) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu : Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.
Menurut Dr. Muklir.,S.Sos.,M.AP, implementasi pada hakikatnya merupakan Cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Udoji,1981,hal.32).
2.2 Pelayanan Publik
Selama ini umumnya masyarakat mengkonotasikan pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah kepada publik atau masyarakat cenderung kurang bahkan tidak berkualitas. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pengaduan yang diajukan masyarakat kepada oknum aparatur pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Layanan prima adalah layanan yang memberikan kepuasan pelanggan. Hal ini sesuai dengan keputusan Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 81/2003, yang didalamnya dijelaskan sendi-sendi pelayanan prima, yaitu :
1. Kesederhanaan.
2. Kejelasan dan Kepastian.
3. Keamanan.
4. Keterbukaan.
5. Efisien.
6. Ekonomis.
7. Keadilan.
8. Ketetapan waktu.
Pemerintah pada hakikatnya adalah pelayan masyarakat, ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tapi juga untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangka kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998: 139), karena birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan professional. Dengan demikian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan yang semakin baik, merupakan indikasi dan ”empowering” yang dialami oleh masyarakat (Thoha, 1998 : 119). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai setiap warga Negara dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelayanan publik adalah sebagai pemberian pelayanan untuk keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan dan tata cara yang telah ditetapkan.
Disamping pengertian diatas, Lembaga Administrasi Negara (LAN) Dalam Widodo (2001 : 271),disebutkan bahwa; Pelayanan publik diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umumnya yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, di lingkungan Badan Usaha Milik Negara, BUMN dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan mayarakat maupun dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undang.
2.2.1 Faktor Pendukung Pelayanan
Menurut moenir (1992 :123-127) dalam pelayanan terdapat beberapa faktor pendukung yang penting, antara lain :
1. Faktor Kesadaran
Yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawannya, membawa dampak sangat positif terhadap organisasi. Ini akan menjadi sumber kesungguhan dan disiplin dalam melaksanakan tugas, sehingga hasilnya dapat diharapkan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
2. Faktor Aturan
Yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah. Oleh karena itu, aturan ini harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan.
3. Faktor Organisasi
Yaitu merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Faktor Pendapatan
Yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang baik.
5. Faktor Keterampilan Petugas
Yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam manajerial, ada tiga kemampuan yang harus dimiliki yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan membuat konsep.
6. Faktor Sarana
Yaitu sarana uang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan pelayanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi dan segala kemudahan lainnya.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Pelayanan
Menurut Ratminto dan Atik (2005 : 25) menyatakan bahwa bentuk-bentuk pelayanan adalah
a. Pelayanan Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait.
c. Terpadu
Pola penyelenggara pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan Dallam satu tempat yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
2. Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggrakan pada suatu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayananyang memilki keterkaitan proses dan dilayani melalaui satu pintu.
d. Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara pereorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
2.3 Undang-Undang Pelayanan Publik
Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.[2]
2.3.1 Pengertian
Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian[3] Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, penyelenggara pelayanan publik atau penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Atasan satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik, Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi Penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelaksana pelayanan publik atau pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik, masyarakat merupakan seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, standar pelayanan merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur, maklumat pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.
Sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal,
serta disajikan secara manual ataupun elektronik, mediasi merupakan penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman, ajudikasi merupakan proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang diputus oleh ombudsman, menteri merupakan menteri dimana kementerian berada yang bertanggung jawab pada bidang pendayagunaan aparatur Negara. Ombudsman merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
2.3.2 Asas dan tujuan
Undang-Undang ini berasaskan[4] pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum, adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan[5] agar batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik.
2.3.3 Pembina dan penanggung jawab
Pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya terhadap pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-undang, gubernur pada tingkat provinsi melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri dan bupati pada tingkat kabupaten beserta walikota pada tingkat kota wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur dan penanggung jawab[6] mempunyai tugas untuk mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik, memfasilitasi lembaga terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar penyelenggara yang tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme yang ada, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan publik atas hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi, membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan penghargaan kepada penyelenggara[7] dan penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.[8]
2.3.4 Ruang Lingkup
Dalam perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata.[9]
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.[10]
Pelayanan atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.[11] Skala kegiatan pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik yaitu tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda termasuk tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.[12]
2.3.5 Organisasi
Organisasi Penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan[13] pembentukan meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat dan pelayanan konsultasi.[14]
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Menurut Lexy J. Moleong (2005 ; 4), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya : perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Dilakukan dengan cara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang khusus yang alamiah dan dengan memamfaatkan berbagai metode ilmiah.
Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.[15]
3.2 Lokasi
Penelitian ini berlokasi pada kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, pemilihan lokasi ini didasari pada pertimbangan pelayanan publik yang diberikan belum maksimal. Alasan lain kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe dipilih sebagai tempat penelitian karena disamping Kota Lhokseumawe tersebut mudah dijangkau oleh peneliti, objek penelitian juga terletak di Kota tersebut.
Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah kepala imigrasi Kota Lhokseumawe.
3.3. Sumber Data
Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti sesuatu yang diberikan. Dalam keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulkan untuk menjadi data. Data kemudian diolah sehingga dapat diutarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung mengalaminya sendiri, hal ini dinamakan deskripsi.
(a) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Sumber data utama ini dicatat melalui catatan tertulis yang dilakukan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, baik informan maupun responden.
(b) Data sekunder
Data sekunder mencakup dokomen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Dalam hal ini yang menjadi data sekunder yaitu buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dokumen-dokumen yang berisi informasi penting.
(c) Data tersier
Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer maupun data sekunder seperti kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia dan lain-lain.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengunjungi langsung ke objek penelitian yaitu Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe. Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian terhadap aktivitas yang ada di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
b. Wawancara, yaitu melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu birokrat dan masyarakat yang mendapat pelayanan pada kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe
3.5 Teknik Menganalisis Data
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis.[16]
Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh para ahli ahli, proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni :
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan sebagainya.
b. Reduksi Data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusun data satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding.
d. Pemeriksaan keabsahan data. Tahap ini adalah tahap akhir dari analisis data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran datadalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif yang sesuai dengan metode penelitian ini.[17]
[1] Serambi Pase 07 Oktober 2010
[2] Pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[3] Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[4] Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[5] Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[6] Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[7] Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[8] Pasal 8(3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[9] Pasal 5 (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[10] Pasal 3 (a), (b) dan (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[11] Pasal 4 (a), (b) dan (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[12] Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 (a) dan (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[13] Pasal 8(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[14] Pasal 8(2)a, b, c, d dan f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
[15] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXI; Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 40, Bandung, 2005), h. 4
[16] http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-analisis-data-dalam-penelitian
[17] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXI; Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 40, Bandung, 2005), h. 247
No comments:
Post a Comment