Fungsi pembentukan perundang-undangan itu semakin terasa diperlukan karena
didalam negara yang berdasarkan atas hukum modern (Verzogingsstaat) tujuan
utama pembentukan peraturan perundang-undangan bukan lagi untuk menciptakan
kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang mengendap di dalam
masyarakat, melainkan menciptakan MODIFIKASI
atau perubahan dalam kehidupan masyarakat (T. Koopmans ”Derol van de wetgever”, dalam Hondered Jaar rechsleven,
Zwole, Tjeenk Willink 1972)., dengan adanya MODIFIKASI diharapkan suatu undang undang tidak lagi berada
dibelakang dan kadang-kadang terasa ketertinggalan, tetapi dapat berada didepan
dan tetap berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat.
I.C. Van Der Vlies menyatakan Undang Undang modifikasi
adalah Undang undang yang memiliki tujuan mengubah pendapat hukum yang berlaku
dan peraturan Perundang-undangan yang mengubah hubungan-hubungan sosial.
Ilmu perundang-undangan merupakan terjemahan dari Gesetzebungswissenschaft adalah suatu cabang ilmu baru yang
mula-mula berkembang di Eropa Barat, terutama di Negara-negara yang berbahasa Jerman.
Tokoh-tokoh yang mencetuskan bidang ilmu ini adalah :
Peter Noll (1973) Jurgen Rodig (1975)
Burkhardt Krems (1979) dan Werner Maihofer (1981) di Belanda S.O. Van Poelje
(1980) W.G. van der Velden (1988).
Burkhardt Krems menyatakan bahwa ilmu perundang-undangan
merupakan ilmu yang interdisipliner., secara garis besar dibagi dalam dua
bagian besar :
- Teori
Perundang-undangan (gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada mencari
kejelasan dan kejernian makna atau pengertian-pengertian dan bersifat
kognitif;
- Ilmu
Perundang-undangan (Gesetzgebungslehre) yang berorentasi pada melakukan
perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat
normatif.
Burkhardt Krems membagi lagi
dalam tiga bagian yaitu :
- Proses
Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren)
- Metode
Perundang-undaangan (Gesetzgebungsmethode)
- Teknik
Perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik)
Peristilahan ilmu perundang-undangan (Legislation, Wetgeving atau Gesetzgebung)
mempunyai dua pengertian yang berbeda yaitu :
- Perundang-undangan
merupakan proses pembentukan/proses membentuk paraturan-peraturan negara,
baik ditingakt pusat maupun tingkat daerah.
- Perundang-undangan
adalah segala pearturan negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-paraturan, baik dingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Pembentukan Peraturan perundang-undangan adallah proses pembuatan peraturan
perundang-undangan yang pada dasrnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan
penyebarluasan (Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 UU no 10 Tahun 2004.)
NORMA/KAIDAH HUKUM
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh
seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya.
istilah norma berasal dari bahasa
latin atau kaidah dalam bahasa arab
atau pedoman, patokan atau aturan dalam bahasa
Indonesia. dalam perkembangan dewasa ini norma itu diartikan sebagai
suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku
dalam masyarakat, jadi norma adalah suatu aturan yang harus dipatuhi.
Norma berfungsi untuk
mengatur berbagai kepentingan didalam masyarakat, norma itu
baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang karena norma itu pada dasarnya
mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau terhadap
lingkungannya .
setiap norma mengandung suruhan-suruhan yang dalam bahasa asingnya disebut Das
sollen (ought to be/ought to do) yang dalam bahasa Indonesia dirumuskan
dengan istilah hendaknya.
Norma hukum dapat dibentuk baik secara tertulis
maupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya,
sedangkan norma adat,agama,moral dan lainya terjadi secara tak tertulis, tumbuh
dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada didalam masyarakat.
BERBAGAI NORMA DALAM
MASYARAKAT
Dalam kehidupan masyarakat, selalu terdapat berbagai macam norma yang
secara langsung maupun tidak mengatur dan mempengaruhi tatacara kita berprilaku
atau bertindak., norma hukum negaara bersifat mutlak, dalam arti setiap norma
hukum berlaku bagi seluruh masyarakat yang berada diwilahyah NKRI, sedangkan
norma-norma adat,agama,moral memiliki perbedaan, dapat kita lihat norma hukum adat,
norma adat berlaku sesuai dengan yang berlaku dalam masyarakat adatnya.
misalnya dalam hal kewarisan, didaerah tapanuli dianut sistem garis keturunan
bapak (patriniel) minangkabau garis
keturuna Ibu (Matrilinial) di jawa
garis keturunan bapak/ibu (Parental),
dll. sedangkan dalam norma hukum negara menentukan setiap warga negara wajib
membayar pajak maka norma itu berlaku bagi seluruh warga negara dimana pun dia
berada dsb.
STATIKA DAN DINAMIKA SISTEM
NORMA
Hans Kalsen dalam bukunya berjudul General
Theory Of Law anf State, mengemukakan adanya dua sistem norma yaitu norma yang statik (nomostatics) dan
sistem norma yang dinamik (nomodynamics)
Statika Sistem Norma
(Nomostatics) adalah
suatu sistem yang melihat pada ”isi”
suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma norma
khusus, atau norma-norma khusus itu ditarik dari suatu norma yang umum.
Penarikan norma khusus dari suatu dari norma umum, dalam arti norma umum itu
dirinci menjadi norma-norma yang khusus dari segi ”isinya” contoh :
-
Dari
suatu norma umum yang menyatakan ” hendaknya engkau menghormati orang tua”
dapat ditarik norma khusus seperti kita wajib membantu orang jika sedang sakit,
susah dan sebagainya.
- Norma
umum yang menyatakan ” hendaknya engkau menjalankan perintah agama” khususnya
menjalankan sholat lima waktu, zakat, puasa dan sebagainya.
Sistem Norma Yang Dinamik
(Nomodynamics) adalah
suatu sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu norma atau dari cara
pembentukaanya dan penghapusannya.
HUKUM SEBAGAI SISTEM NORMA
YANG DINAMIK
Hans Kalsen menyatakan hukum termasuk dalam sistem
norma ayang dinamik (nomodynamics) karena hukum itu dibentuk dan dihapus oleh
lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenanang membentuknya, sehingga
kita tidak melihat lagi dari segi isi norma tersebut tetapi dari segi
berlakunya atau pembentukanya.
hukum itu sah/Valid apabila
dibuat oleh lembaga yang berwenang membentuk nya dan berdasarkan norma yang lebih tinggi sehingga dalam hal
ini norma yang lebih rendah / Inferior dapat
dibentuk oleh norma yang lebih tinggi / superior
dan hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu hirarkhi.
DINAMIKA NORMA HUKUM
VERTIKAL DAN HORIZONTAL
Dinamika norma hukum yang vertikal
adalah dinamika yang berjenjang dari atas kebawah, atau dari bawah keatas.
(Hirarchi Perundang-undangan).
Dinamika horizontal suatu norma hukum itu bergerak tidak
keatas atau kebawah, tetapi kesamping, dinamika norma hukum yang horizontal
tidak membentuk suatu norma hukum yang baru, tetapi bergerak kesamping karena adanya analogi, yaitu
penarikan suatu norma hukum untuk kejadian-kejadian lainnya yang diangap
serupa.
contoh; Pencurian adalah apabila seseorang mengambil barang orang lain
untuk dipakai atau dimiliki dengan cara melawan hukum., pengertian barang dalam
ketentuan tersebut bukan saja benda yang dapat diambil tetapi juga mencakup aliran listrik sehingga mereka yang
mengambil aliran listrik untuk dipakai dengan melawan hukum juga merupakan
pencurian.
Perkosaan : seorang hakim telah mengadahkan suatu penarikan
secara analogi dari ketentuan tentang perusakan barang sehingga terhadap suatu
perkosaan, selain dikenai sanksi pidana dapat juga diberikan sanksi pembayaran
ganti rugi.
PERBEDAAN NORMA HUKUM DAN
NORMA-NORMA LAINNYA
Persamaan antara norma hukum dan norma yang lainnya adalah bahwa
norma-norma itu merupakan pedoman bagaimana kita harus bertindak/bertingkah
laku.
perbedaannya :
- Suatu
norma hukum bersifat heteronom,
dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri kita sendiri.
contoh dalam hal membayar pajak, kewajiban itu datangnya bukan dari diri
kita sendiri tetapi dari negara sehingga kita harus memenuhi kewajiban
tersebut senang atau tidak senang. norma-norma lainnya bersifat otonom dalam arti norma itu datang
dari dalam diri kita sendiri, menghormati orang tua, puasa, sholat semua
datang dari diri sendiri untuk menjalakannya.
- Suatu
norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi
pidana ataupun sanksi pemaksa secara fisik.
- Dalam
Norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilakanakan oleh aparat negara sedangkan terhadap
terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datang dari diri
sendiri, misalnya adanya perasaan bersalah, perasaan berdosa, atau
pelanggaran norma-norma moral atau norma adat tertentu, para pelanggarnya
akan dikucilkan oleh masayarakat.
NORMA HUKUM UMUM DAN
NORMA HUKUM INDIVIDUAL
Norma hukum umum
adalah suatu norma
hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya umum) dan tidak
tertentu., umum berarti seutu peraturan itu ditujukan untuk semua orang, semua warga
negara RI. norma hukum umum dirumuskan dengan “barangsiapa....atau Setiap Orang.....ataupun Setiap Warga Negara....dan
sebagainya sesuai addresst yang dituju., jadi norma hukum umum ditujukan kepada
seluruh warga negara.
Norma hukum Individual
adalah norma hukum
yang ditujukan atau dialamatkan pada seseorang,
beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu sehingga norma hukum
yang individual ini biasanya dirumuskan dengan kalimat :
-
Iskandar
bin Saiful yang bertempat tinggal di JL. Flamboyan No 10 Jakarta;
- Para
Pengemudi BIS kota Lhokseumawe jurusan Blok M – Cempaka yang beroperasi anatara
jam 07.00 samapai dengan 08.00 WIB pagi pada tanggal 1 Oktober 1991
NORMA HUKUM ABSTRAK DAN
NORMA HUKUM KONKRET
Norma hukum Abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret., merumuskan suatu perbuatan secara abstrak,
misalnya disebutkan dengan kata mencuri, membunuh, menebang pohon dsb.
Norma Hukum Konkret adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan
seseorang itu secara lebih nyata (konkret), dapat dirumuskan sebagai berikut :
-
muncuri
mobil merek honda berwarna hitam yang diparkir didepan kampus Unimal
-
membunuh
si hasballah dengan sebuah golok
-
menebang
pohon kelapa di pinggirjalan darussalam dsb.
Jadi, dari sifat norma hukum umum-individual-dan norma hukum
abstrak-konkret kita mendapatkan empat kombinasi dari paduan norma-norma
tersebut:
- Norma
hukum umum-abstrak
- Norma
hukum Umum-konkret
- Norma
hukum Individual-abstrak
- Norma
hukum Individual –Konkret
ad.1. Umum-Abstrak
Norma hukum yang ditujukan (addressatnya) umum dan perbuatan masih bersifat
abstark (belum konkrit), dapat dirumuskan sbb,
-
setipa
warga negara dilarang mencuri
-
setipa
orang dilarang membunuh sesemanya
ad.2. Umum-Konkret
Norma hukum yang ditujukan (addressnya) umum dan perbuatanya sudah tertentu
(konkret), dirumuskan sebagai berikut :
- barang
siapa yang mencuri mobil bermerek honda berwarna hitam yang diparkir didepan
kampus unimal.......
-
Setipa
orang dilarang membunuh sih hasba dengan sebuah parang dll.
ad.3. Individual-Abstrak
Norma hukum yang ditujukan (addresnya) untuk seseorang atau orang-ornag
tertentu dan perbuatannya masih abstrak (belum konkret), dirumuskan sbb,
- Si
Ramlah yang bertempat tinggal dijalan darussalam no 54 Lhokseumawe dilarang
mencuri
- Si Poma bin Polim Penduduk dari kampung
rambutan pinggir kali Rt 08 Rw 07 dilarang mencuri; dsb.
ad.4. Individual-Konkret
Norma hukum yang ditujukan (addressnya) ditujukan pada
seseorang/orang-orang tertentu dan perbuatannya bersifat konkret. dirumuskan
sbb,
- Saudara Yana din Binti Slametdin yang bertempat tinggal di jalan Kambing
Nomor 15 Medan diberi izin membangun rumah diatas tanagh yang terletak di
samping tempat tinggalnya, yaitu jalan kambing Nomor 16 Medan yang merupakan
miliknya.
NORMA HUKUM YANG EINMAHLIG
DAN NORMA HUKUM YANG DAUERHAFTIG
Daya Berlakunya sebuah norma hukum dapat dilihat dari norma hukum yang
berlaku sekali-sekali (einmahlig) dan norma hukum yang berlaku secara terus
menerus (dauerhaftig).
Norma hukum yang berlaku
sekali-sekali (einmahlig) adalah norma hukum yang hanya berlaku satu
kali saja dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan itu norma hukum
tersebut selesai. misalnya penetapan
seseorang ingin membangun rumah,keputusan mengenai penetapan seseorang sebagai
PNS atau diberhentikan, dsb.
Norma hukum yang berlaku
secara terus menerus (dauerhaftig) adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja secara terus menerus , sampai peraturan
itu dicabut atau diganti dengan peraturan baru. norma hukum ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan, misalnya ketentuan mengenai mengatur tentang
lingkungan hidup dsb.
Norma hukum yang termasuk
dalam suatu peraturan perundang-undangan adalah suatu norma hukum yang bersifat
umum-abstrak dan berlaku secara terus menerus., dapat menjadi objek Yudicial
Review’ sedangkan norma hukum yang bersifat individual-konkret dan sekali
selesai merupakan suatu keputusan yang bersifat Penetapan (beschikking) dapat
menjadi objek peradilan Tata Usaha Negara., disamping norma hukum yang termasuk
dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur (Regeling), yaitu umum-abstrak-dan berlaku
secara terus menerus dan norma hukum yang bersifat menetapkan
(Beschikking)yaitu Individual-konkret dan berlaku sekali selesai.
VALIDITY DAN EFFICACY
Norma dapat berlaku karena ia mempunyai daya laku atau karena ia mempunyai
keabsahan (Validity/Geltung) dimana
berlakunya bila norma itu dibentik oleh norma yang lebih tinggi atau lembaga
yang berwenang membentuknya, misalnya UU adalah sah apabila dibentuk oleh DPR
dan dibahas secara bersama-sama (Eksekutif
dan Legislatif) untuk memdapatkan persetujuan bersama, berdasrkan suatu
norma yang terdapat dalam UUD 1945 atau suatu peraturan Pemerintah yang
dibentuk oleh Presiden berdasarkan Delegasi dari UU.
selain itu juga dihadapkan pula dengan daya guna / bekerjanya (Efficacy) dari norma tersebut, dalam
hal norma tersebut yang berlaku itu bekerja/berdaya guna secara efektif atau
tidak atau dengan kata lain norma itu
ditaati atau tidak.
HIERARKI NORMA HUKUM
(STUFENTHEORIE KALSEN)
Hans Kalsen menyatakan norma itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu susunan hirrarkis, dimana norma yang dibawah
berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, norma yang
lebih tinggi berlaku bersumber dan berdasr pada norma yang lebih tinggi
lagi, demikian seterusnya sampai
akhirnya ”Regresus” ini berhenti pada norma yang tertinggi yang disebut norma
dasar (Grundnorm) yang tidak dapat kita telusuri lagi siapa pembentuknya atau
dari mana asalnya.
Norma dasar (Grundnorm, basic norm,
atau fundamental norm, atau fundamental norm)merupakan norma yang tertinggi
yang berlakunya tidak berdasar dan tidak bersumber pada norma yang lebih tinggi
lagi tetapi berlakunya secara Presupposed yaitu ditetapkan lebih dahulu oleh
masyarakat.
Teori Jenjang norma hukum
dari hans kalsen diilhami oleh seorang muridnya bernama adolf Merkla yang menyatakan suatu norma hukum memilki
dua wajah (Das Doppelte Rechtsantlitz) suatu norma hukum
memilki batas berlaku/masa berlaku (Rechtskracht) yang relatif karena masa
berlaku nya suatu norma hukumitu
tergantung pada norma hukum yang berada diatasnya sehingga apabila norma hukum
yang berada diatasnya di cabut atau dihapus , maka NORMA-NORMA HUKUM YANG
BERADA DIBAWAHNYA TERCABUT/TERHAPUS PULA.
Berdasarkan teori Adolf Merkl dalam teori jenjang normanya Hens kalsen juga
mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu berdasar dan bersumber pada
norma yang diatasnya, tetapi kebawah kebawah norma hukum itu juga menjadi
sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah dari padanya.
STRUKTUR NORMA DAN STRUKTUR
LEMBAGA
Benyamin Akzin dalam buku nya Law, State and
International Legal Order, mengemukakan
bahwa pembentukan norma-norma hukum pubik itu berbeda dengan
pembentukan norma-norma hukum privat
karena apabila kita melihat pada struktur norma (Norm Strukture) Maka hukum
publik itu berada diatas hukum privat, dan apabila kita meliaht dari strutur
lembaga (Institutional Struture) maka Public Authorities terletak diatas
Population.
dalam hal pembentukan hukum publik dibentuk oleh lembaga-lembaga negara
atau disebut Suprastrutur
lembaga-lembaga ini mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada norma-norma
hukum yang di bentuk oleh masyarakat atau disebut juga infrastruktur.
TATA SUSUNAN NORMA HUKUM
NEGARA
Hans Nawiasky, seorang muriD dari Hans Kalsen,
mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang. Nawiasky dalam bukunya
Allgemeine Rechtslehre mengemukakan bahwa selain norma berlapis-lapis dan
berjenjang-jenjang norma hukum dari suatu negara itu berkelompok-kelompok.
Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara itu menjadi empat
kelompok besar yang terdiri atas :
Kelompok I :
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
Kelompok II :
Staatsgrungesetz (Aturan
dasar/Pokok negara)
Kelompok III : Formell Gesetz
(Undang-undang Formal)
Kelompok IV : Verordnung
Dan Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dana aturan
Otonom)
kelompok-kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata susunan
norma hukum setiap negara walupun mempunyai istilah yang berbeda-beda ataupun jumlah norma hukum
yang berbeda dalam setiap kelompok.
Persamaan teori jenjang
norma (Stufentheorie) dari Hans Kalsen dan Teori Jenjang Norma hukum dari Hans
Nawiasky adalah bahwa
kedua menyebutkan norma itu berjenjang-jenjang, dan berlapis-lapis suatu norma
itu berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang diatasnya, norma yang
diatasnya berlaku, bersumber dan berdasr pada norma yang yang diatasnya lagi, demikian seterusnya
samapi pada norma yang tertinggi.
Perbedaannya Kelsen tidak mengelompokkan norma-norma itu dan
membahas jenjang norma secara umum (general) dalam arti berlaku untuk semua
jenjang norma (termasuk norma hukum negara), sedangkan Nawiasky membagi norma-norma itu dalam empat kelompok
yang berlainan dan membahas teori jenjang norma itu secara khusus, yaitu
dihubungkan dalam suatu negara..
HIERARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN RI
- KETETAPAN
MPRS NO/XX/MPRS/1966
- KETETAPAN
MPR NO/III/MPR/2000
- UNDANG-UNDANG
NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KETETAPAN MPRS NO/XX/MPRS/1966
|
KETETAPAN MPR NO/III/MPR/2000
|
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004
|
1. UUD RI 1945
|
1. UUD RI 1945
|
1. UUD RI TH 1945
|
2. TAP MPR
|
2. TAP MPR RI
|
2. UU/PERPU
|
3. UU/PERPU
|
3. UU
|
3. PERATURAN PEMERINTAH
|
4. PERATURAN PEMERINTAH
|
4. PERPU
|
4. PERATURAN PRESIDEN
|
5. KEPUTUSAN PRESIDEN
|
5. PERATURAN PEMERINTAH
|
5. PERATURAN DAERAH
- PERDA PROVINSI
DIBUAT DPRD PROVINSI DAN GEBERNUR
- PERDA KAB/KOTA
DIBUAT OLEH DPRD KAB/KOTA DAN BUPATI/WALIKOTA
- PERATURAN
DESA/PEARTURAN SETINGKAT DIBUAT OLEH BPD ATAU NAMALAINNYA BERSAMA DENGAN
KEPALA DESAN ATAU NAMALAINNYA.
|
6.
PERATURAN PELAKSANA LAINNYA, SEPERTI, PERATURAN MENTERI, INSTRUKSI
MENTERI DAN LAIN-LAINNYA
|
6. KEPUTUSAN PRESIDEN
|
-
|
-
|
7. PERATURAN DAERAH
|
-
|
AJARAN TENTANG TATA URUTAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGANDUNG BEBERAPA PRINSIP :
- Peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan
atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau
berada dibawahnya.
- peraturan
perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memilki dasar
hukum dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
- Isi atau
mutan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya;
- Suatu
peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau diubah
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak
sederajat;
- Peraturan
perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama,
peraturan yang terbaru harus diberlakukan walupun tidak dengan secara
tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu dicabut., selain itu
peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus diutamakan dari paraturan
perundang-undangan yang lebih khusus.
Konsekuensi dari prinsip-prinsip tersebut adalah
harus diadakannya mekanisme yang menjaga dan menjamin agar prinsip tersebut
tidak dikesampingkan atau dilanggar, mekanismenya yaitu adanay sistem pengujian
secara yudisial atas setiap pearturan perundang-undangan, kebijakan, maupun
tindakan pemerintahan lainnya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya atau tingkat tertinggi yaitu UUD. tanpa konsekuensi
tersebut , tata urutan tidak akan berarti , hal ini dapat menyebabkan peraturan
perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah dapat tetap berlaku walupun
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAHAN DIATAS DIKUTIP DARI BUKU :
1.
Maria
Farida Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan., Penerbit Kanisus cetakan ke 11 .,2006;
2.
Ni’Matul
Huda., Hukum Tata Negara Indonesia., Penerbit Raja Grafindo., 2005;
3.
Rahimullah.,
Hubungan Antar Lembaga Negara., Penerbit FH Universitas Satyagama., 2007;
4.
Undang
Undang Dasar 1945
5.
Undang
undang RI Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Bacaan Terkait :
Proses Pembuatan UU